Selasa, 31 Maret 2009

EMOSI NEGATIF

Dominasi emosi negatif dapat memengaruhi watak anak.

Di usia prasekolah, tepatnya usia 2;6-3;6 tahun, umumnya anak mengalami ketidakseimbangan emosi. Ditandai dengan ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat, dan iri hati yang tidak masuk akal. Ketidakseimbangan emosi ini akan muncul lagi di usia 5;6-6;6 tahun.

Penyebabnya beragam, di antaranya terlalu lelah karena bermain, tidak tidur siang, dan makan terlalu sedikit. Namun porsi terbesar adalah faktor psikologis, seperti orangtua yang banyak melarang dan terlalu melindungi padahal anak merasa mampu melakukan lebih banyak hal. Selain itu, adanya harapan orangtua agar anak mencapai standar di atas kemampuannya. Hampir serupa, emosi yang meninggi ini juga kerap muncul pada anak-anak yang tak mampu melakukan sesuatu yang dianggap dapat dilakukannya dengan mudah.

Kendati emosi negatif me-rupakan bagian dari perkembangan si prasekolah, namun kehadirannya tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Dominasi emosi negatif dapat memengaruhi pandangan hidup anak dan mendorong kepada perkembangan watak yang kurang baik. Antara lain, anak jadi sulit berempati pada orang lain, pemarah, mudah tersinggung, mudah gelisah, merasa kurang aman, pencemburu, dan sebagainya. Tentunya hal ini akan menghambat dirinya dalam menjalin hubungan emosional dengan orang lain. Karena itulah, anak perlu dibantu untuk mengatasi emosi-emosi negatifnya.

AMARAH

Umumnya dikarenakan pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan, dan serangan yang hebat dari anak yang lain. Cara pengungkapannya dapat berupa menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul. Ledakan amarah ini umumnya mencapai puncaknya antara usia 2-4 tahun. Setelah itu amarah berlangsung tidak terlampau lama dan berubah menjadi merajuk, cemberut, serta merenung.

Tip & trik mengatasinya:

* Jangan bereaksi berlebihan.

Oangtua harus tetap tenang; hindari berteriak pada anak, bicaralah dengan lembut dan peluklah anak. Bawalah anak ke tempat tenang yang memungkinkannya melepaskan emosi.

* Ajarkan mengusir rasa marah.

Ajak anak menggambar di sebuah kertas apa yang membuatnya kesal atau marah. Kemudian sobek kertas berisi gambar/tulisan tersebut menjadi cabikan sekecil mungkin. Ajak ia membuang rasa marah yang disimbolkan dengan aksi merobek kertas tersebut.

* Ajarkan relaksasi.

Ajak anak duduk dengan punggung lurus dan menyandar pada kursi, kemudian tunjukkan bagaimana menghitung perlahan, dari 1 sampai 5. Pada hitungan kedua, jeda sebentar, tarik napas perlahan, lalu lanjutkan menghitung kembali. Ulangi aktivitas tersebut untuk memperoleh energi maksimum, mengurangi rasa marah, dan meningkatkan kontrol.

* Beri pemahaman.

Saat anak kembali normal, berilah pemahaman sesuai usianya bahwa, misal, kemarahan tak boleh dilakukan dengan tindakan fisik atau kata-kata kasar karena akan membuat dia dijauhi teman-temannya.

TAKUT

Rasa takut muncul disebabkan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan. Sumbernya bisa berasal dari cerita, gambar-gambar, acara televisi, atau radio yang memiliki unsur menakutkan. Sama dengan amarah, rasa takut juga mencapai puncaknya antara usia 2-4 tahun. Setelah itu ketakutannya mulai berkurang, sebagian dikarenakan anak sadar bahwa situasi yang tadinya ditakuti ternyata tak menakutkan lagi. Selain juga karena ada tekanan sosial yang menyebabkan anak harus menyembunyikan ketakutannya.

Tip & trik mengatasinya:

* Memahami rasa takut anak.

Bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun mengalaminya. Bedanya, anak-anak sering takut pada hal-hal yang sebetulnya tidak ada atau tidak menakutkan, sedangkan orang dewasa biasanya takut pada hal-hal yang memang menakutkan. Pemahaman ini penting bagi anak agar ia tahu bahwa ketakutan itu harus beralasan atau masuk akal.

* Tidak memaksa anak.

Jangan paksa anak untuk segera bisa mengatasi ketakutannya. Beri ia cukup waktu untuk beradaptasi pada situasi/objek yang membuatnya takut. Bersikaplah santai, jangan terlalu cemas.

* Hindari jadi contoh yang salah bagi anak.

Apakah selama ini orang dewasa di sekeliling anak sering menunjukkan reaksi takut terhadap sesuatu di depan anak? Bila ini yang terjadi, segera ubah kebiasaan tersebut karena anak belajar mengekspresikan emosi dari lingkungannya.

* Jangan menertawakan reaksi takut anak.

Saat mengalami ketakutan, anak-anak merasakan ancaman nyata yang perlu segera diatasi.

* Kuatkan rasa percaya diri anak.

Katakan dengan mantap tetapi menenangkan, misal, "Adek tak perlu takut ditinggal sendirian sebentar saja karena Ibu pasti akan kembali." atau "Kamu anak yang berani, Ibu bangga padamu."

CEMBURU

Rasa cemburu muncul bila anak mengira, minat dan perhatian orangtua beralih kepada orang lain di dalam keluarga, biasanya adik yang baru lahir. Cara mengungkapkannya bisa berupa kembali berperilaku seperti anak kecil, semisal mengompol, pura-pura sakit atau menjadi nakal. Perilaku ini bertujuan untuk sekadar menarik perhatian. Umumnya cemburu dimulai sekitar sekitar 2 tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia anak.

Tip & trik mengatasinya:

* Persiapkan si kakak sebelum kehadiran adik.

Jauh sebelum anak kedua lahir, libatkan si calon kakak dalam aktivitas yang berhubungan dengan menyambut kehadiran adik barunya. Misal, mengajaknya ke dokter untuk memeriksakan kehamilan ibu, membeli perlengkapan bayi dan mengatur kamar tidur bayi. Ceritakan pada anak tentang senangnya mendapat adik baru karena anak akan punya teman bermain di rumah.

* Hindari membandingkan.

Kompetisi sering dilakukan orangtua untuk memotivasi anak-anak mereka. Akan tetapi dengan memuji salah satu anak, anak lainnya akan cemburu dan merasa orang tua tak sayang lagi padanya.

* Tumbuhkan keunikan anak.

Setiap anak adalah unik. Kenali bakatnya dan kembangkan sesuai potensi dan minatnya. Ini akan meningkatkan rasa percaya dirinya.

* Buatlah batasan yang jelas.

Ajarkan saling menghargai, tidak saling mengejek atau meminjam barang tanpa izin pemiliknya.

* Dengarkan perasaan anak.

Ini penting untuk mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi penyebab pertengkaran.

* Tidak memihak.

Biarkan anak-anak menyelesaikan sendiri pertengkaran mereka. Orangtua hanya perlu memfasilitasi komunikasi antarkeduanya. Tetapi bila pertengkaran membahayakan salah satu pihak atau keduanya baik secara fisik maupun perasaan, orangtua harus turun tangan.

* Hindari memupuk kebiasaan mengadu.

Bila salah satu anak mengadu pada orangtua tentang perilaku kakak atau adiknya, sebaiknya orangtua mengatakan pada anak untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. Ini perlu dilakukan agar kebiasaannya mengadu tak berkembang.

* Beri pujian untuk perilaku kooperatif.

Saat anak-anak menunjukkan perilaku kooperatif, berilah mereka penghargaan atau pujian, agar anak mengerti bahwa perilaku inilah yang diharapkan darinya.

IRI HATI

Biasanya iri hati disebabkan anak tidak memiliki kemampuan atau barang seperti yang dimiliki anak lain. Iri hati dapat diungkapkan dalam berbagai cara, namun yang paling umum adalah keinginan untuk memiliki barang seperti barang milik anak lain atau dengan mengambil benda-benda yang menimbulkan iri hati. Anak usia 3,5 tahun biasanya mulai memahami persaingan. Setiap hari mereka menemukan ukuran-ukuran baru untuk diri mereka. Anak-anak usia ini selalu mengukur dirinya terhadap anak-anak lain sehingga terkadang mereka merasa iri bila ada anak yang dianggap "lebih".

Tip & trik mengatasinya:

* Beri pengertian pada anak.

Beri pengertian pada anak bahwa masing-masing keluarga punya kebutuhan berbeda. Berilah penjelasan sederhana sesuai tingkat pemahamannya, umpama, "Saat ini Ibu tidak mungkin membelikan Kakak mainan karena Ibu harus membeli obat untuk adik."

* Lakukan negosiasi.

Bila anak memaksa ingin membeli mainan seperti milik temannya, dan orangtua tidak ingin mengabulkan permintaannya, cobalah tawarkan kegiatan lain yang disukai anak, semisal membuat kue kesukaan anak atau naik sepeda bersama.

* Kuatkan rasa percaya diri anak.

Tunjukkan kelebihan-kelebihannya, pengalaman suksesnya dan yakinkan bahwa dia akan berhasil asal dia mau rajin belajar dan berlatih.

* Latih anak belajar menunda kepuasan.

Tidak semua keinginan anak harus dipenuhi. Anak harus mengerti bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu tidak mudah, butuh kesabaran dan waktu, sehingga ketika dia mendapatkan apa yang diinginkannya dia akan lebih menghargainya.

* Ajarkan bertanggung jawab.

Bila anak mengambil barang milik anak lain, beritahu bahwa perbuatannya itu tidak baik, minta anak untuk mengembalikan barang tersebut dan minta maaf pada temannya. Jika anak merasa malu, dampingilah.

* Beri pujian.

Pujilah setiap kali anak berhasil menahan diri, mau mengerti kondisi orangtua dan tidak memaksa membeli mainan seperti milik temannya.

BERAGAM FAKTOR YANG IKUT MEMENGARUHI KEMUNCULAN EMOSI NEGATIF

* Jenis kelamin.

Ada anggapan, pengungkapan emosi dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Misal, amarah lebih pantas dilakukan oleh anak laki-laki. Sedangkan takut, cemburu, dianggap lebih tepat untuk anak perempuan. Karena, umumnya sejak kecil anak sudah dikenalkan pada perbedaan jenis kelamin dan peran antara laki-laki dan perempuan. Cara orangtua mengembangkan identitas gender anak sangat dipengaruhi oleh stereotip yang berkembang di masyarakat. Sifat-sifat tertentu misalnya pemarah, tidak mau diam, jahil biasanya lebih dimaklumi bila dilakukan anak laki-laki. Sedangkan anak perempuan mudah menangis, takut dan suka diperhatikan. Pola asuh yang berbeda, pembagian tugas di rumah sampai pada pemilihan jenis mainan "hanya untuk anak laki-laki" dan "hanya untuk perempuan" sering dilakukan orang tua untuk menguatkan identitas gender anak.

* Jumlah anggota keluarga.

Besarnya jumlah anggota keluarga sering memengaruhi emosi pada anak. Contoh, cemburu lebih umum terjadi pada keluarga kecil dengan 2 atau 3 anak daripada dalam keluarga besar dimana tak ada anak yang menerima perhatian lebih besar dari orangtuanya.

Sementara iri hati lebih umum dalam keluarga besar daripada keluarga kecil. Sebab, makin besar keluarga makin sedikit barang yang dipunyai anak sehingga kemungkinan untuk iri hati lebih kecil. Cemburu pada anak sulung lebih sering dan lebih "kejam" daripada rasa cemburu pada adik-adiknya. Karena, sebelum kelahiran sang adik, anak sulung biasanya menerima limpahan kasih sayang dan perhatian penuh dari orangtuanya. Sebagian besar orangtua cenderung bersikap protektif dan menuruti keinginan anak sesuai kemampuannya. Hal ini menguatkan ego si sulung, sehingga kehadiran adik merupakan ancaman baginya. Bila tak dipersiapkan dengan baik, anak sulung akan merasa diabaikan, tak diperhatikan dan tak disayangi lagi oleh orangtua sehingga dia mungkin saja melampiaskan kecemburuannya pada adik bayinya.

* Lingkungan sosial.

Yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah lingkungan rumah. Misal, ledakan amarah lebih banyak timbul di rumah yang memiliki lebih banyak saudara daripada anak tunggal. Alasannya, bagi orangtua yang memiliki anak lebih dari satu, mudah sekali terjadi pertengkaran antara kakak adik. Bisa jadi ini akibat persaingan, rasa bosan atau mencari perhatian orang- tua. Persaingan antarsaudara (sibling rivalry) merupakan salah satu alasan terkuat anak-anak bertengkar dan marah. Persaingan ini memang tak dapat dihindari, mengingat masing-masing anak ingin diperlakukan spesial oleh orangtuanya. Walaupun persaingan antarsaudara lumrah terjadi, namun tetap harus ditangani dengan baik. Mengingat saudara adalah teman pertama yang dimiliki anak dimana anak belajar berbagi, mencintai dan bekerja sama.

Jenis disiplin yang diterapkan juga memengaruhi. Anak dengan didikan disiplin otoriter, umumnya smengungkapkan emosi negatif dengan amarah, karena anak belajar dari orang tua dan orang dewasa lainnya di rumah. Bagaimana cara orangtua berinteraksi dengan orang lain di rumah akan ditiru oleh anak. Orangtua yang menerapkan disiplin otoriter biasanya tak memberikan kebebasan yang leluasa pada anak untuk bereksplorasi. Bila anak berperilaku buruk atau tidak sesuai dengan harapan orangtua, ia akan dimarahi atau dihukum. Anak tak terbiasa mengomunikasikan perasaan, harapan dan keinginannya secara baik, sehingga bila dia menghadapi kekecewaan atau kekesalan akan bereaksi dengan amarah. (tabloid-nakita)

EMOSI NEGATIF

Dominasi emosi negatif dapat memengaruhi watak anak.

Di usia prasekolah, tepatnya usia 2;6-3;6 tahun, umumnya anak mengalami ketidakseimbangan emosi. Ditandai dengan ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat, dan iri hati yang tidak masuk akal. Ketidakseimbangan emosi ini akan muncul lagi di usia 5;6-6;6 tahun.

Penyebabnya beragam, di antaranya terlalu lelah karena bermain, tidak tidur siang, dan makan terlalu sedikit. Namun porsi terbesar adalah faktor psikologis, seperti orangtua yang banyak melarang dan terlalu melindungi padahal anak merasa mampu melakukan lebih banyak hal. Selain itu, adanya harapan orangtua agar anak mencapai standar di atas kemampuannya. Hampir serupa, emosi yang meninggi ini juga kerap muncul pada anak-anak yang tak mampu melakukan sesuatu yang dianggap dapat dilakukannya dengan mudah.

Kendati emosi negatif me-rupakan bagian dari perkembangan si prasekolah, namun kehadirannya tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Dominasi emosi negatif dapat memengaruhi pandangan hidup anak dan mendorong kepada perkembangan watak yang kurang baik. Antara lain, anak jadi sulit berempati pada orang lain, pemarah, mudah tersinggung, mudah gelisah, merasa kurang aman, pencemburu, dan sebagainya. Tentunya hal ini akan menghambat dirinya dalam menjalin hubungan emosional dengan orang lain. Karena itulah, anak perlu dibantu untuk mengatasi emosi-emosi negatifnya.

AMARAH

Umumnya dikarenakan pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan, dan serangan yang hebat dari anak yang lain. Cara pengungkapannya dapat berupa menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul. Ledakan amarah ini umumnya mencapai puncaknya antara usia 2-4 tahun. Setelah itu amarah berlangsung tidak terlampau lama dan berubah menjadi merajuk, cemberut, serta merenung.

Tip & trik mengatasinya:

* Jangan bereaksi berlebihan.

Oangtua harus tetap tenang; hindari berteriak pada anak, bicaralah dengan lembut dan peluklah anak. Bawalah anak ke tempat tenang yang memungkinkannya melepaskan emosi.

* Ajarkan mengusir rasa marah.

Ajak anak menggambar di sebuah kertas apa yang membuatnya kesal atau marah. Kemudian sobek kertas berisi gambar/tulisan tersebut menjadi cabikan sekecil mungkin. Ajak ia membuang rasa marah yang disimbolkan dengan aksi merobek kertas tersebut.

* Ajarkan relaksasi.

Ajak anak duduk dengan punggung lurus dan menyandar pada kursi, kemudian tunjukkan bagaimana menghitung perlahan, dari 1 sampai 5. Pada hitungan kedua, jeda sebentar, tarik napas perlahan, lalu lanjutkan menghitung kembali. Ulangi aktivitas tersebut untuk memperoleh energi maksimum, mengurangi rasa marah, dan meningkatkan kontrol.

* Beri pemahaman.

Saat anak kembali normal, berilah pemahaman sesuai usianya bahwa, misal, kemarahan tak boleh dilakukan dengan tindakan fisik atau kata-kata kasar karena akan membuat dia dijauhi teman-temannya.

TAKUT

Rasa takut muncul disebabkan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan. Sumbernya bisa berasal dari cerita, gambar-gambar, acara televisi, atau radio yang memiliki unsur menakutkan. Sama dengan amarah, rasa takut juga mencapai puncaknya antara usia 2-4 tahun. Setelah itu ketakutannya mulai berkurang, sebagian dikarenakan anak sadar bahwa situasi yang tadinya ditakuti ternyata tak menakutkan lagi. Selain juga karena ada tekanan sosial yang menyebabkan anak harus menyembunyikan ketakutannya.

Tip & trik mengatasinya:

* Memahami rasa takut anak.

Bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun mengalaminya. Bedanya, anak-anak sering takut pada hal-hal yang sebetulnya tidak ada atau tidak menakutkan, sedangkan orang dewasa biasanya takut pada hal-hal yang memang menakutkan. Pemahaman ini penting bagi anak agar ia tahu bahwa ketakutan itu harus beralasan atau masuk akal.

* Tidak memaksa anak.

Jangan paksa anak untuk segera bisa mengatasi ketakutannya. Beri ia cukup waktu untuk beradaptasi pada situasi/objek yang membuatnya takut. Bersikaplah santai, jangan terlalu cemas.

* Hindari jadi contoh yang salah bagi anak.

Apakah selama ini orang dewasa di sekeliling anak sering menunjukkan reaksi takut terhadap sesuatu di depan anak? Bila ini yang terjadi, segera ubah kebiasaan tersebut karena anak belajar mengekspresikan emosi dari lingkungannya.

* Jangan menertawakan reaksi takut anak.

Saat mengalami ketakutan, anak-anak merasakan ancaman nyata yang perlu segera diatasi.

* Kuatkan rasa percaya diri anak.

Katakan dengan mantap tetapi menenangkan, misal, "Adek tak perlu takut ditinggal sendirian sebentar saja karena Ibu pasti akan kembali." atau "Kamu anak yang berani, Ibu bangga padamu."

CEMBURU

Rasa cemburu muncul bila anak mengira, minat dan perhatian orangtua beralih kepada orang lain di dalam keluarga, biasanya adik yang baru lahir. Cara mengungkapkannya bisa berupa kembali berperilaku seperti anak kecil, semisal mengompol, pura-pura sakit atau menjadi nakal. Perilaku ini bertujuan untuk sekadar menarik perhatian. Umumnya cemburu dimulai sekitar sekitar 2 tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia anak.

Tip & trik mengatasinya:

* Persiapkan si kakak sebelum kehadiran adik.

Jauh sebelum anak kedua lahir, libatkan si calon kakak dalam aktivitas yang berhubungan dengan menyambut kehadiran adik barunya. Misal, mengajaknya ke dokter untuk memeriksakan kehamilan ibu, membeli perlengkapan bayi dan mengatur kamar tidur bayi. Ceritakan pada anak tentang senangnya mendapat adik baru karena anak akan punya teman bermain di rumah.

* Hindari membandingkan.

Kompetisi sering dilakukan orangtua untuk memotivasi anak-anak mereka. Akan tetapi dengan memuji salah satu anak, anak lainnya akan cemburu dan merasa orang tua tak sayang lagi padanya.

* Tumbuhkan keunikan anak.

Setiap anak adalah unik. Kenali bakatnya dan kembangkan sesuai potensi dan minatnya. Ini akan meningkatkan rasa percaya dirinya.

* Buatlah batasan yang jelas.

Ajarkan saling menghargai, tidak saling mengejek atau meminjam barang tanpa izin pemiliknya.

* Dengarkan perasaan anak.

Ini penting untuk mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi penyebab pertengkaran.

* Tidak memihak.

Biarkan anak-anak menyelesaikan sendiri pertengkaran mereka. Orangtua hanya perlu memfasilitasi komunikasi antarkeduanya. Tetapi bila pertengkaran membahayakan salah satu pihak atau keduanya baik secara fisik maupun perasaan, orangtua harus turun tangan.

* Hindari memupuk kebiasaan mengadu.

Bila salah satu anak mengadu pada orangtua tentang perilaku kakak atau adiknya, sebaiknya orangtua mengatakan pada anak untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. Ini perlu dilakukan agar kebiasaannya mengadu tak berkembang.

* Beri pujian untuk perilaku kooperatif.

Saat anak-anak menunjukkan perilaku kooperatif, berilah mereka penghargaan atau pujian, agar anak mengerti bahwa perilaku inilah yang diharapkan darinya.

IRI HATI

Biasanya iri hati disebabkan anak tidak memiliki kemampuan atau barang seperti yang dimiliki anak lain. Iri hati dapat diungkapkan dalam berbagai cara, namun yang paling umum adalah keinginan untuk memiliki barang seperti barang milik anak lain atau dengan mengambil benda-benda yang menimbulkan iri hati. Anak usia 3,5 tahun biasanya mulai memahami persaingan. Setiap hari mereka menemukan ukuran-ukuran baru untuk diri mereka. Anak-anak usia ini selalu mengukur dirinya terhadap anak-anak lain sehingga terkadang mereka merasa iri bila ada anak yang dianggap "lebih".

Tip & trik mengatasinya:

* Beri pengertian pada anak.

Beri pengertian pada anak bahwa masing-masing keluarga punya kebutuhan berbeda. Berilah penjelasan sederhana sesuai tingkat pemahamannya, umpama, "Saat ini Ibu tidak mungkin membelikan Kakak mainan karena Ibu harus membeli obat untuk adik."

* Lakukan negosiasi.

Bila anak memaksa ingin membeli mainan seperti milik temannya, dan orangtua tidak ingin mengabulkan permintaannya, cobalah tawarkan kegiatan lain yang disukai anak, semisal membuat kue kesukaan anak atau naik sepeda bersama.

* Kuatkan rasa percaya diri anak.

Tunjukkan kelebihan-kelebihannya, pengalaman suksesnya dan yakinkan bahwa dia akan berhasil asal dia mau rajin belajar dan berlatih.

* Latih anak belajar menunda kepuasan.

Tidak semua keinginan anak harus dipenuhi. Anak harus mengerti bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu tidak mudah, butuh kesabaran dan waktu, sehingga ketika dia mendapatkan apa yang diinginkannya dia akan lebih menghargainya.

* Ajarkan bertanggung jawab.

Bila anak mengambil barang milik anak lain, beritahu bahwa perbuatannya itu tidak baik, minta anak untuk mengembalikan barang tersebut dan minta maaf pada temannya. Jika anak merasa malu, dampingilah.

* Beri pujian.

Pujilah setiap kali anak berhasil menahan diri, mau mengerti kondisi orangtua dan tidak memaksa membeli mainan seperti milik temannya.

BERAGAM FAKTOR YANG IKUT MEMENGARUHI KEMUNCULAN EMOSI NEGATIF

* Jenis kelamin.

Ada anggapan, pengungkapan emosi dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Misal, amarah lebih pantas dilakukan oleh anak laki-laki. Sedangkan takut, cemburu, dianggap lebih tepat untuk anak perempuan. Karena, umumnya sejak kecil anak sudah dikenalkan pada perbedaan jenis kelamin dan peran antara laki-laki dan perempuan. Cara orangtua mengembangkan identitas gender anak sangat dipengaruhi oleh stereotip yang berkembang di masyarakat. Sifat-sifat tertentu misalnya pemarah, tidak mau diam, jahil biasanya lebih dimaklumi bila dilakukan anak laki-laki. Sedangkan anak perempuan mudah menangis, takut dan suka diperhatikan. Pola asuh yang berbeda, pembagian tugas di rumah sampai pada pemilihan jenis mainan "hanya untuk anak laki-laki" dan "hanya untuk perempuan" sering dilakukan orang tua untuk menguatkan identitas gender anak.

* Jumlah anggota keluarga.

Besarnya jumlah anggota keluarga sering memengaruhi emosi pada anak. Contoh, cemburu lebih umum terjadi pada keluarga kecil dengan 2 atau 3 anak daripada dalam keluarga besar dimana tak ada anak yang menerima perhatian lebih besar dari orangtuanya.

Sementara iri hati lebih umum dalam keluarga besar daripada keluarga kecil. Sebab, makin besar keluarga makin sedikit barang yang dipunyai anak sehingga kemungkinan untuk iri hati lebih kecil. Cemburu pada anak sulung lebih sering dan lebih "kejam" daripada rasa cemburu pada adik-adiknya. Karena, sebelum kelahiran sang adik, anak sulung biasanya menerima limpahan kasih sayang dan perhatian penuh dari orangtuanya. Sebagian besar orangtua cenderung bersikap protektif dan menuruti keinginan anak sesuai kemampuannya. Hal ini menguatkan ego si sulung, sehingga kehadiran adik merupakan ancaman baginya. Bila tak dipersiapkan dengan baik, anak sulung akan merasa diabaikan, tak diperhatikan dan tak disayangi lagi oleh orangtua sehingga dia mungkin saja melampiaskan kecemburuannya pada adik bayinya.

* Lingkungan sosial.

Yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah lingkungan rumah. Misal, ledakan amarah lebih banyak timbul di rumah yang memiliki lebih banyak saudara daripada anak tunggal. Alasannya, bagi orangtua yang memiliki anak lebih dari satu, mudah sekali terjadi pertengkaran antara kakak adik. Bisa jadi ini akibat persaingan, rasa bosan atau mencari perhatian orang- tua. Persaingan antarsaudara (sibling rivalry) merupakan salah satu alasan terkuat anak-anak bertengkar dan marah. Persaingan ini memang tak dapat dihindari, mengingat masing-masing anak ingin diperlakukan spesial oleh orangtuanya. Walaupun persaingan antarsaudara lumrah terjadi, namun tetap harus ditangani dengan baik. Mengingat saudara adalah teman pertama yang dimiliki anak dimana anak belajar berbagi, mencintai dan bekerja sama.

Jenis disiplin yang diterapkan juga memengaruhi. Anak dengan didikan disiplin otoriter, umumnya smengungkapkan emosi negatif dengan amarah, karena anak belajar dari orang tua dan orang dewasa lainnya di rumah. Bagaimana cara orangtua berinteraksi dengan orang lain di rumah akan ditiru oleh anak. Orangtua yang menerapkan disiplin otoriter biasanya tak memberikan kebebasan yang leluasa pada anak untuk bereksplorasi. Bila anak berperilaku buruk atau tidak sesuai dengan harapan orangtua, ia akan dimarahi atau dihukum. Anak tak terbiasa mengomunikasikan perasaan, harapan dan keinginannya secara baik, sehingga bila dia menghadapi kekecewaan atau kekesalan akan bereaksi dengan amarah. (tabloid-nakita)

AUTISIC SPECTRUM DISORDER (ASD)

AUTISIC SPECTRUM DISORDER (ASD)

Anak yang didiagnosa dengan autisic spectrum disorder (ASD) dapat berasal dari berbagai kalangan sosioekonomi, suku, ras dan etnis. Semakin banyak anak dengan ASD akan ditemukan dalam setiap komunitas dan lingkungan seiring meningkatnya identifikasi dari gangguan tersebut. Estimasi biaya tahunan untuk pendidikan dan penanganan individu dengan ASD adalah sekitar 90 milyar dolar berdasarkan Autism Society of America. Diagnosa dan penanganan yang lebih awal adalah faktor utama untuk mengurangi biaya penanganan anak-anak dengan ASD.

Menurut DSM-IV autistic spectrum disorder (ASD) merupakan bagian dari pervasive developmental disorder (PDD) atau Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP), Pervasif artinya meresap atau yang mendasari sehingga mengakibatkan gangguan lain dan GPP adalah suatu gangguan perkembangan pada anak, dimana terutama terdapat 3 bidang perkembangan yang terganggu, yaitu: komunikasi, interaksi sosial dan perilaku. Gejala-gejala tersebut harus sudah ada sejak sebelum usia 3 tahun, walaupun demikian diagnosis ditegaskan saat anak berusia 3 tahun. Gangguan di bidang komunikasi meliputi (1) tidak ada gesture ataupun mimik, (2) tidak bisa mempertahankan bicara yang lama, (3) bahasa stereotipik dan repetitif dan (4) tidak bisa bemain berpura-pura (sandiwara).
Gangguan di bidang interaksi sosial meliputi (1) menghindari tatap mata, (2) gagal dalam hubungan pertemanan, (3) kurangnya spontanitas dalam bermain, (4) hilangnya rasa emosional. Gangguan di bidang perilaku meliputi (1) pola perilaku stereotipik tertentu, (2) melakukan rutinitas secara ritual, (3) mannerisme seperti finger flapping dan (4) preokupasi terhadap bagian benda tertentu saja. Namun secara klinis di lapangan, gangguan tersebut ditemukan secara spektrum (berbeda kadar/derajat keparahannya). Bila gangguan tersebut memenuhi kriteria lengkap seperti di atas maka disebut dengan autistic disorder, sedangkan bila tidak lengkap maka disebut sebagai autistic spectrum disorder.

Terminologi Gangguan Perkembangan Pervasif ini melingkupi beberapa sindroma
atau gangguan perkembangan yang mempunyai ciri seperti tersebut di atas. Kondisi yang dapat diklasifikasikan kedalam Gangguan Perkembangan Pervasif, menurut ICD-10(International Classification of Diseases, WHO 1993), maupun menurut DSM-IV (American Psychiatric Association, 1994) adalah :
1. Autisme Masa Kanak (Childhood Autism)
2. Gangguan Perkembangan Pervasif yang tak tergolongkan (GPP-YTT)
(Pervasif Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
3. Sindroma Rett (Rett’s Syndrome)
4. Gangguan Disintegratif Masa kanak (Childhood Disintegrative Disorder)
5. Sindroma Asperger (Asperger’s Syndrome).

1. Autisme Masa kanak ( Childhood Autism )

Autisme Masa Kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya
sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun. Perkembangan yang

terganggu adalah dalam bidang :

1.1. Komunikasi : kualitas komunikasinya yang tidak normal, seperti ditunjukkan
dibawah ini :
• Perkembangan bicaranya terlambat, atau sama sekali tidak berkembang.
• Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka
• untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.
• Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik.
• Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.
• Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang variatif.

1.2. Interaksi sosial : adanya gangguan dalam kualitas interaksi sosial :
• Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi fasial, maupun postur dan gerak tubuh, untuk berinteraksi secara layak.
• Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka bisa berbagi emosi, aktivitas, dan interes bersama.
• Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain.
• Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama.

1.3. Perilaku : aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan
stereotipik seperti dibawah ini :
• Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa dilakukannya berjam-jam.
• Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki dikeset, baru naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas yang terlewat atau terbalik urutannya, maka ia akan sangat terganggu dan nangis teriak-teriak minta diulang.
• Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti misalnya mengepak-ngepak lengan, menggerak-gerakan jari dengan cara tertentu dan mengetok-ngetokkan sesuatu.
• Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna, seperti roda sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba-rabanya, suara-suara tertentu.
• Anak-anak ini sering juga menunjukkan emosi yang tak wajar, temper tantrum (ngamuk tak terkendali), tertawa dan menangis tanpa sebab, ada juga rasa takut yang tak wajar. Kecuali gangguan emosi sering pula anak-anak ini menunjukkan gangguan sensoris, seperti adanya kebutuhan untuk mencium-cium/menggigit-gigit benda, tak suka kalau dipeluk atau dielus. Autisme Masa Kanak lebih sering terjadi
• pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3 : 1.

2. Gangguan Perkembangan Pervasif YTT (PDD-NOS)
PDD-NOS juga mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam bidang
komunikasi, interaksi maupun perilaku, namun gejalanya tidak sebanyak seperti
pada Autisme Masa kanak. Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga kadang-kadang anak-anak ini masih bisa bertatap mata, ekspresi fasial tidak terlalu datar, dan masih bisa diajak bergurau.

3. Sindrom Rett

Adalah gangguan perkembangan yang hanya dialami oleh anak wanita.
Kehamilannya normal, kelahiran normal, perkembangan normal sampai sekitar umur 6 bulan. Lingkaran kepala normal pada saat lahir.

Mulai sekitar umur 6 bulan mereka mulai mengalami kemunduran perkembangan. Pertumbuhan kepala mulai berkurang antara umur 5 bulan sampai 4 tahun. Gerakan tangan menjadi tak terkendali, gerakan yang terarah hilang, disertai dengan gangguan komunikasi dan penarikan diri secara sosial. Gerakan-gerakan otot tampak makin tidak terkoordinasi.Seringkali memasukan tangan kemulut, menepukkan tangan dan membuat gerakan dengan dua tangannya seperti orang sedang mencuci baju.. Hal ini terjadi antara umur 6-30 bulan.

Terjadi gangguan berbahasa, perseptif maupun ekspresif disertai kemunduran
psikomotor yang hebat. Yang sangat khas adalah timbulnya gerakan-gerakan tangan yang terus menerus seperti orang yang sedang mencuci baju yang hanya berhenti bila anak tidur.

Gejala-gejala lain yang sering menyertai adalah gangguan pernafasan, otot-otot
yang makin kaku , timbul kejang, scoliosis tulang punggung, pertumbuhan terhambat dan kaki makin mengecil (hypotrophik). Pemeriksaan EEG biasanya menunjukkan kelainan.


4. Gangguan Disintegrasi Masa Kanak

Pada Gangguan Disintegrasi Masa Kanak, hal yang mencolok adalah bahwa anak
tersebut telah berkembang dengan sangat baik selama beberapa tahun, sebelum
terjadi kemunduran yang hebat. Gejalanya biasanya timbul setelah umur 3 tahun.

Anak tersebut biasanya sudah bisa bicara dengan sangat lancar, sehingga
kemunduran tersebut menjadi sangat dramatis. Bukan saja bicaranya yang
mendadak terhenti, tapi juga ia mulai menarik diri dan ketrampilannyapun ikut mundur. Perilakunya menjadi sangat cuek dan juga timbul perilaku berulang-ulang dan stereotipik.

Bila melihat anak tersebut begitu saja , memang gejalanya menjadi sangat mirip
dengan autisme.


5. Sindrom Asperger
Seperti pada Autisme Masa Kanak, Sindrom Asperger (SA) juga lebih banyak
terdapat pada anak laki-laki daripada wanita. Anak SA juga mempunyai gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial maupun perilaku, namun tidak separah seperti pada Autisme.
Pada kebanyakan dari anak-anak ini perkembangan bicara tidak terganggu.
Bicaranya tepat waktu dan cukup lancar, meskipun ada juga yang bicaranya agak terlambat. Namun meskipun mereka pandai bicara, mereka kurang bisa komunikasi secara timbal balik. Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai apa yang saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan bicaranya merasa tertarik atau tidak. Seringkali mereka mempunyai cara bicara dengan tata bahasa yang baku dan dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi muka pun kurang hidup bila dibanding anak- anak lain seumurnya. Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda/subjek tertentu, seperti mobil, pesawat terbang, atau hal-hal ilmiah lain. Mereka mengetahui dengan sangat detil mengenai hal yang menjadi obsesinya. Obsesi inipun biasanya berganti-ganti.Kebanyakan anak SA cerdas, mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai kesulitan dalam pelajaran disekolah.

Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila mereka telah mempelajari sesuatu aturan, maka mereka akan menerapkannya secara kaku, dan akan merasa sangat marah bila orang lain melanggar peraturan tersebut. Misalnya : harus berhenti bila lampu lalu lintas kuning, membuang sampah dijalan secara sembarangan.

Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka lebih tertarik pada buku atau komputer daripada teman. Mereka sulit berempati dan tidak bisa melihat/menginterpretasikan ekspresi wajah orang lain. Perilakunya kadang-kadang tidak mengikuti norma sosial, memotong pembicaraan orang seenaknya, mengatakan sesuatu tentang seseorang didepan orang tersebut tanpa merasa bersalah (mis. “Ibu, lihat, bapak itu kepalanya botak dan hidungnya besar ”). Kalau diberi tahu bahwa tidak boleh mengatakan begitu, ia akan menjawab:
“Tapi itu kan benar Bu.”
Anak Sindrom Asperger jarang yang menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang aneh seperti mengepak-ngepak atau melompat-lompat atau stimulasi diri.

Autisme Bukan Akhir Segalanya
Jangan panik apabila anda menemukan salah satu gejala-gejala di atas pada anak anda. Sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter, jika mencurigai adanya satu atau lebih gejala di atas pada anak anda. Tetapi jangan juga cepat – cepat menyatakan anak anda sebagai penderita autisme.
Diagnosis akhir dan evaluasi keadaan anak sebaiknya ditangani oleh suatu tim
dokter yang berpengalaman, terdiri dari: dokter anak, ahli saraf anak, psikolog, ahli perkembangan anak, psikiater anak, dan ahli terapi wicara.
Tim tersebut bertanggung jawab dalam menegaskan diagnosis dan memberi arahan mengenai kebutuhan unik dari masing–masing anak, termasuk bantuan interaksi sosial, bermain, perilaku dan komunikasi.
Apabila memang anak anda mengidap autisme, sebaiknya anak anda bersekolah di sekolah khusus. Jika sudah menemukan sekolah yang tepat bukan berarti tugas Anda selesai. Selama di rumah penderita autisme justru harus terus dimotivasi agar mampu mengembangkan potensinya. Kunci perawatan anak autisme adalah kasih sayang dan perhatian orang tua.

Perlu diingat, autisme bukanlah akhir segalanya…

--->dari berbagai sumber