Senin, 16 November 2009

Lingkar Kepala Tentukan Volume Otak

Rabu, 1 Maret, 2006 oleh: gklinis
Lingkar Kepala Tentukan Volume Otak
Gizi.net - Cermati Perkembangan Anak
Lingkar Kepala Tentukan Volume Otak
Penyembuhan gangguan otak atau syaraf sangat tergantung kecepatan menegakkan diagnosis dan melakukan terapi.


Awalnya, Yuni (29 tahun) tidak merasakan adanya masalah pada putrinya yang baru berusia satu bulan. Namun menurut dokter anak, perkembangan lingkar kepala putrinya terhitung lebih besar dari standar yang seharusnya. Jelas, ada kelainan.

''Aduh, rasanya sedih banget'' kisah Yuni, mengenai putri pertamanya itu. Mengapa lingkar kepala amat penting dalam tingkat perkembangan anak? Pasalnya, lingkar kepala seorang bayi mencerminkan besarnya volume otak yang ada di dalamnya. Lingkar kepala tersebut berkembang seiring dengan pertambahan usia anak. Apabila lingkar kepala anak dalam usia tertentu kurang dari nilai yang normal, kemungkinan volume otaknya kurang dari cukup. Berbagai penelitian menunjukkan adanya kaitan antara besar-kecilnya otak dengan tingkat kecerdasan anak.

Volume otak dalam kepala hanya salah satu hal yang menentukan tingkat kecerdasan anak kelak. Setelah lahir, tingkat kecerdasan itu terus dibentuk selama dua hingga tiga tahun pertama kehidupannya. Inilah masa-masa keemasan seorang anak. Setelah tiga tahun, perkembangan otak relatif sudah tidak pesat lagi. Ini berarti, tidak banyak waktu untuk membantu mencerdaskan anak dan otak tidak bisa menunggu.

Kepala Sub Bagian Neurology Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dr Hardiono D Pusponegoro, Sp A (K) mengungkapkan, otak janin sebenarnya sudah terbentuk dalam kandungan. Karena itu, semasa hamil orang tua perlu hati-hati dengan tidak mengkonsumsi obat sembarangan. Salah mengkonsumsi obat dapat berpengaruh pada janin yang di dalam kandungannya.

Sejak kehamilan dua sampai tiga bulan, sel saraf otak sudah berkembang. Perkembangan selanjutnya, terjadi pengaturan berbagai struktur otak sampai nyaris sempurna menjelang kelahiran. Saat anak lahir, berat otak sudah mencapai 50 persen dari dewasa dan ukuran lingkar kepala adalah 32 sampai 36 cm. Setelah lahir, beberapa bagian otak masih berkembang yaitu hubungan antar sel syaraf yang disebut sebagai sinaps dan pembungkus serabut saraf yang disebut sebagai myelin.

`'Yang harus diingat dari sinaps dan myelin ini adalah use it or loose it,'' tegas ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu pada simposium dan workshop ''Pediatric Neurologist and Neuroemergency in Daily Practice'' di Jakarta, beberapa waktu lalu. Mengapa? Karena sinaps berkembang pesat hanya dalam ukuran jam setelah lahir. Perkembangan ini sangat berperan dalam kemampuan penglihatan, bicara, dan kepandaian anak.

Bila digunakan, sinaps akan semakin berkembang baik membentuk jalinan syaraf yang sangat luas dan anak makin cerdas. Bila tidak digunakan maka sinaps akan menghilang. Perkembangan sinaps ini sangat tergantung dengan nutrisi dan stimulasi. Sedangkan myelin tidak tergantung stimulasi, tetapi tergantung nutrisi yang baik dan lengkap.

Berbagai literatur menyebutkan, anak dilahirkan dengan sekitar 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga tahun pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial terus bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan sambungan antar-neuron yang disebut dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang berbentuk memanjang. Otak anak punya kemampuan besar untuk menyusun ribuan sambungan antar-neuron. Hanya saja, kemampuan itu berhenti pada umur 10 - 11 tahun jika tidak dikembangkan.

Faktor lain yang tak kalah pentingnya untuk meningkatkan kecerdasan anak adalah simulasi dan rangsangan, serta nutrisi yang diberikan di masa-masa tersebut. Semakin banyak simulasi yang diberikan, semakin kompleks jaringan syaraf yang terbentuk. Pembentukan syaraf-syaraf itu, pada akhirnya, menentukan tingkat kecerdasan anak. Kemampuan dan kecerdasan anak perlu dipelihara dan dipupuk agar tumbuh dengan baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan perlindungan terhadap rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta kemampuan-kemampuan tertentu tidak dapat terwujud.

Deteksi sejak dini Syaraf anak seyogyanya tidak bisa terganggu. Bila seorang anak mengalami gangguan syaraf atau otak, kata Hardiono, penyembuhannya sangat tergantung kecepatan menegakkan diagnosis dan melakukan terapi. `'Makin dini makin baik,'' tutur ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu pada simposium dan workshop ''Pediatric Neurologist and Neuroemergency in Daily Practice'' di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Departemen Kesehatan Anak FKUI menemukan bahwa dalam praktik sehari-hari, masih banyak kejadian yang merugikan pada anak-anak. Sebanyak 16 persen di antara anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan dan syaraf yang ringan sampai berat. Gangguan tersebut bervariasi, seperti motorik kasar, motorik halus, hingga gangguan bicara.

Bahkan, masih ditemui banyak bayi yang lahir akibat gangguan kehamilan atau proses kehamilan, misalnya mengalami kejang, infeksi, atau benturan selama masa bayi. Kasus-kasus seperti ini harus ditangani dengan baik agar tidak menimbulkan kecacatan. Salah satu kondisi berat adalah apa yang disebut cerebral palsy. Kondisi ini terjadi pada 2 per 1000 bayi.

Sedangkan bayi yang mengalami gangguan perkembangan motorik ringan masih lebih banyak. Belum lagi tiga sampai enam per 1000 bayi mengalami gangguan pendengaran. Ini harus segera ditangani, sebab bila terlambat bisa menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Bukti lain menyebutkan bahwa satu dari 100 anak-anak mempunyai kecerdasan kurang dan autisme terjadi pada satu hingga 10 dari 10.000 anak. Gangguan-gangguan pendengaran, autisme, dan keterlambatan mental akan menyebabkan keterlambatan bicara. Hadiono mengatakan, kita sering melihat bayi dengan kepala sangat besar membutuhkan pertolongan.

`'Sebenarnya, itu sudah terlambat. Padahal mendeteksinya mudah saja, hanya dengan mengukur lingkar kepala,'' tuturnya. Karena itu, orang tua dianjurkan mengukur lingkar kepala anak setiap memeriksakan ke dokter. Jadi, bukan hanya memeriksakan berat badan dan tinggi badan, seperti yang kerap dilakukan selama ini.

Memang, hingga kini jumlah ahli syaraf anak di Indonesia yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut masih sangat sedikit. Jumlahnya sekitar 60 orang, jauh dibandingkan dengan negara lain seperti Jepang yang memiliki sekitar 3.300 ahli syaraf anak. Kepala Bagian Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, dr Arwin AP Akib, Sp.A (K) pun mengakuinya. Namun dia menegaskan, `'Tidak ada jalan lain, pengetahuan dan keterampilan syaraf anak harus disebarluaskan kepada dokter-dokter lain mengingat tuntutan semakin berkembang.''
Sumber :http://www.republika.co.id

1 komentar:

yang dah baca ato baru baca judulnya aja plz komentar donk :p